3 Langkah Mengurus Hak Guna Bangunan Diatas Tanah Negara atau Hak Pengelolaan



Peraturan Dasar

Apabila kita merujuk pada peraturan-peraturan pokok agraria termasuk turunannya, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan :
  1. Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. 
  2. Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasi oleh Negara. 
  3. Hak Pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.  
Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan menurut Pasal 36 ayat (1) UU 5/1960,  ialah :
  1. Warganegara Indonesia.
  2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Adapun tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut Pasal 21 PP 40/1996 adalah:
  1. Tanah Negara.
  2. Tanah Hak Pengelolaan.
  3. Tanah Hak Milik.
1. Permohonan HGB
HGB atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan HGB atas tanah HPL diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang HPL.

Permohonan HGB diajukan secara tertulis oleh Pemohon HGB kepada Menteri melalui Kepala Badan Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Permohonan HGB memuat tentang :
  1. Keterangan mengenai Pemohon, apabila Pemohon adalah perorangan, mencantukan nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya. Apabila Pemohon adalah Badan Hukum, mencantumkan nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Keterangan mengenai tanahnya, meliputi data yuridis dan data fisik, seperti dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat, girik, surat kapling, surat surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya, kemudian letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan tanggal dan nomornya), jenis tanahnya (pertanian, non pertanian), rencana penggunaan tanah, dan  status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).
  3. Hal-hal lain yang dianggap perlu seperti  keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh Pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohonkan.
Selain syarat yang disebutkan di atas, Pemohon juga melampirkan :
  • Non Fasilitas Penanaman Modal 
  1. Mengenai Pemohon, jika Pemohon adalah perorangan yang dilampirkan adalah foto copy surat bukti identitas, dan surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia. Jika Pemohon adalah Badan Hukum yang dilampirkan adalah foto copy akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  2. Mengenai tanahnya, yang terdiri dari data yuridis seperti sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. Kemudian data fisik seperti surat ukur, gambar situasi dan IMB apabila ada, dan surat lain yang dianggap perlu. 
  3. Surat pernyataan Pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah  yang telah dimiliki oleh Pemohon termasuk bidang tanah yang dimohonkan.
  • Fasilitas Penanaman Modal
  1. Foto copy identitas Pemohon atau akta pendirian perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum.
  2. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang.
  3. Izin lokasi atau surat izin penunjukkan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana tata ruang Wilayah.
  4. Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan  hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
  5. Persetujuan penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing.
  6. Surat ukur apabila ada.

2. Verifikasi Oleh Kantor Pertanahan 
Setelah berkas Pemohon diterima, Kepala Kantor Pertanahan selanjutnya :
  1. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.
  2. Mencatatkan pada formulir isian.
  3. Memberitahukan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian dan memberitahukan kepada Pemohon untuk membayar biaya untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik oleh Kepala Kantor Pertanahan dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut permohonan yang diajukan oleh Pemohon. Dalam hal syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan telah terpenuhi, maka Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan pemberian HGB atas tanah yang dimohon oleh Pemohon HGB.

3. Penerbitan Sertifikat HGB
HGB atas tanah Negara atau atas tanah HPL terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dan sebagai tanda bukti hak kepada pemegang HGB diberikan sertipikat hak atas tanah.


Penulis : Frengky Richard Mesakaraeng

Dasar hukum :
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
  3. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

No comments:

Powered by Blogger.