Buat Kontrak Begini, Pengusaha Dapat Di Pidana

Nama saya Nadia, saya pernah memesan unit apartemen di salah satu Developer di Jakarta, setelah saya membayar DP dan angsuran bulanan, saya menyatakan untuk membatalkan pesanan unit tersebut karena setelah 1 tahun berjalan ternyata apartemen yang saya pesan tidak menunjukkan tanda-tanda pembangunan. Pada saat saya meminta uang dikembalikan, pihak Developer menolak dengan berbagai macam alasan termasuk menggunakan ketentuan dalam Surat Pesanan dan PPJB. Maksudnya agar saya tidak menuntut pengembalian uang. Menurut pendapat teman saya, isi Surat Pesanan dan PPJB yang dibuat oleh pihak Developer berisi klausula baku yang dilarang, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa Surat Pesanan dan PPJB tersebut adalah bentuk kesepakatan yang mengikat secara hukum.


Pertanyaan :
  • Apakah uang yang telah saya setorkan benar tidak dapat dikembalikan?
  • Bagaimana kekuatan mengikat Surat Pesanan dan pasal-pasal dalam PPJB?
  • Bagaimana cara menentukan klausula baku dalam perjanjian?

Dasar Hukum Perjanjian
Dalam hukum kontrak dikenal asas pacta sunt servanda yang berisi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. dan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”. Sehingga dengan demikian, kontrak yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan mengikat dan wajib ditaati para pihak yang membuatnya. (Psl 1338 KUHPerdata)

Untuk menentukan sahnya suatu perjanjian dapat kita lihat pada Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1320 KUHPerdata di atas, menyebutkan selain ada kata sepakat, cakap, dan suatu hal tertentu, yang harus diperhatikan adalah syarat keempat yaitu suatu sebab yang halal dalam pengertian bahwa isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Surat Pesanan dan PPJB yang dibuat oleh pihak Developer hanya mempunyai kekuatan mengikat apabila memenuhi empat syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 

Klausula Baku
Pada Bab V Pasal 18 UU 8/1999 terdapat ketentuan tentang larangan pencantuman klausula baku. Adapun yang dimaksud dengan klausula baku menurut undang-undang ini adalah “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Apabila memperhatikan arti klausula baku di atas, klausula baku yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian sifatnya adalah final dan mengikat, artinya suatu dokumen atau perjanjian tidak lagi dalam bentuk draf atau memerlukan persetujuan dari konsumen, namun dokumen atau perjanjian tersebut telah berlaku dan mewajibkan konsumen untuk memenuhinya.

larangan pencantuman klausula baku diuraikan dalam Pasal 18 ayat (1) yaitu Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdangangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :
  1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha  dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 
Untuk menentukan isi Surat Pesanan atau PPJB termasuk dalam kategori klausula baku yang dilarang atau tidak, dapat dilihat pada ketentuan Pasal 18 ayat (1) di atas, apabila isinya memuat salah satu ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1), maka Surat Pesanan atau PPJB tersebut merupakan perjanjian yang tidak sah secara hukum berdasarkan Pasal 1338 dan 1320 KUHPerdata karena memuat klausula baku yang dilarang secara hukum (UU 8/1999).

Akibat Pencantuman Klasula Baku
Akibat pencantuman klasula baku diatur pada Pasal 18 ayat (2) UU 8/1999 yaitu “setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian dinyatakan batal demi hukum”. Oleh karena itu, Surat Pesanan dan PPJB yang mengandung klausula baku tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

Sanksi Hukum pencantuman Klasula Baku
Selain dinyatakan batal demi hukum, berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama  5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah). 

Langkah Hukum
Apabila pihak Developer tidak mengembalikan uang yang telah disetorkan oleh konsumen secara sukarela, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah :
  1. Membuat Laporan Polisi.
  2. Mengajukan Gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau ke Pengadilan Negeri setempat.

Demikian penjelasan tentang akibat pencantuman klausula baku dalam jual beli apartemen. Kami dapat membantu anda untuk melakukan upaya-upaya hukum. 



Penulis : Frengky Richard


Dasar Hukum :
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.





No comments:

Powered by Blogger.